Ingin Bekerja Di Malaysia? Sebaiknya 7 Hal Ini Anda Ketahui Dulu
Para buruh migran di Malaysia sering kali dipandang dengan “mata kotor” dan dianggap lebih rendah karena mayoritas dari mereka mengisi lowongan-lowongan pekerjaan kasar. Namun, sebenarnya masyarakat setempat tidak pernah mengetahui alasan para pekerja asing ini datang ke negeri Jiran. Padahal sebagian dari buruh migran sering kali diperdaya dan diperlakukan dengan sangat kasar oleh para majikan atau pemilik pabrik.
Hal itulah yang menyebabkan sebagian pekerja asing bekerja dalam kondisi yang buruk dan hidup sangat menderita di tanah perantauan. Salah satu potret kesengsaran itu tampak dalam tempat tinggal berkualitas buruk yang terpaksa mereka huni dan menjadi rumah singgah bagi para buruh migran yang disebut kongsi. Oleh karena itu 7 hal tentang rumah kongsi dan nasib para penghuninya ini pasti mengejutkan Anda.
1. Ratusan Buruh Migran Ditampung dalam Sebuah Rumah
Fakta ini terungkap ketika beberapa orang menyamar dengan sekelompok pekerja asing yang berprofesi sebagai buruh bangunan yang sedang membangun sebuah kondomonium mewah di Kuala Lumpur. Padahal dalam kesehariannya mereka tinggal di sebuah rumah semi permanen yang tidak layak, berbahan kayu, dan menampung lebih dari 400 orang.
2. Mandi dalam Sebuah Ruangan yang Sama
Sepertinya sulit dibayangkan, jika pria dan wanita mandi dalam sebuah bak mandi beton yang sama. Bahkan hanya ada tiga toilet bagi ratusan orang yang tinggal di penampungan itu. Bisa dibayangkan, hiruk-pikuknya keadaan di sana pada pagi hari ketika orang-orang hendak bersekolah atau bekerja.
Seorang aktris lokal, Nazia Mustafa, pernah mengalami situasi buruk ini. Setiap hendak buang air besar, ia terpaksa memakai koran yang kemudian dibuang ke selokan karena toilet itu tidak memiliki jamban.
Selain itu, yang paling repot menurut sang artis adalah ketika hendak mandi pada pagi hari. Setiap orang harus menggambil air dalam sebuah sumur yang sama sehingga antrian panjang hampir selalu terjadi. Oleh karena itu, Nazia Mustafa harus bangun sangat pagi agar tidak terlambat masuk sekolah. Jika telat, maka ia harus mengantri dan membuang banyak waktu untuk urusan mandi saja.
3. Air Sumur untuk Memenuhi Semua Kebutuhan
Salah satu permasalahan utama bagi para pekerja yang tinggal di tempat penampungan (kongsi) adalah buruknya sanitasi. Seperti dikisahkan Jamal, seorang pekerja asal Bangladesh, satu-satunya fasilitas sanitasi di pemukiman ini adalah sebuah kamar kecil yang hanya memiliki sebuah sumber air. Maka tidak heran semua aktivitas, mulai dari mandi, minum, dan memasak dilakukan di satu tempat dan menggunakan air yang sama.
4. Penjagaan Ketat oleh Preman Lokal
Untuk masuk ke rumah penampungan (kongsi), bukan sesuatu yang mudah. Selain satpam, para preman lokal juga disewa untuk mengamankan tempat ini. Jika bukan penghuni, maka Anda harus menyamar untuk dapat menyelinap masuk ke kongsi. Hal itu dilakukan oleh sekelompok jurnalis yang terpaksa berpakaian compang-camping, lusuh, dan kotor, serta menyembunyikan seluruh peralatan peliputan yang mereka bawa.
5. Bahaya Kebakaran yang Mengancam
Hampir seluruh kongsi, merupakan pemukiman semi-permanen yang menggunakan bahan kayu lapis. Hal itulah yang menyebabkan pemukiman penampungan ini sangat rentang terbakar. Apalagi, berbagai aktivitas, seperti memasak dapat memicu kongsi dilalap si jago merah. Namun tampaknya, para penghuni tidak memiliki pilihan lain. Berbagai aktivitas rutin, seperti memasak, harus mereka lakukan untuk tetap hidup sehingga ancaman kebakaran terus menghantui mereka setiap hari.
Sebuah kasus kebakaran terjadi baru-baru itu di kawasan Alor Setar. Musibah ini menima sebuah kongsi pekerja asing. Selain kehilangan tempat tinggal, sebagian benda berharga milik buruh migran yang dibeli dari penghasilan mereka di Malaysia pun ikut hangus karena musibah. kebakaran itu.
6. Dominasi Pekerja Asing Ilegal
Banyak buruh migran yang merupakan korban penipuan dari agen-agen penyalur fiktif. Mereka rata-rata dijanjikan dapat hidup lebih baik di negeri Jiran. Itulah sebabnya, banyak orang berpikir kehadiran para pekerja asing itu ke Malaysia untuk melanjutkan pendidikan. Padahal, mereka didatangkan secara ilegal untuk mengisi pos-pos pekerja kasar yang mengandalkan kekuatan otot belaka.
Cerita semacam ini diungkapkan Jamal, seorang pekerja asal Banglandesh. Untuk sampai Malaysia, ia harus meminjam sejumlah uang yang banyak kepada banyak orang. Jadi, bagi Jamal tidak mungkin dirinya pulang sebelum melunasi semua hutang-hutang itu dengan bekerja kasar di tanah perantauan.
7. Nasib Buruk Pekerja Wanita
Status sebagai pekerja ilegal, membuat buruh migran wanita dalam situasi sulit. Hal ini dirasakan betuk bagi para perempuan yang hamil. Ketiadaan dokumen imigrasi tidak memungkinkan mereka melahirkan di rumah sakit. Situasi itu membuat para wanita harus melahirkan secara sembunyi-sembunyi, dengan fasilitas terbatas, dan di tempat yang kurang layak sehingga sangat beresiko bagi keselamatan diri mereka sendiri. Ingin Bekerja Di Malaysia? Sebaiknya 7 Hal Ini Anda Ketahui Dulu. #AM